Fraksi Gerindra DPRA Pertanyakan Kasus Pengranatan Rumah Anggota DPRK Aceh Barat

Kapolda Aceh menerima kunjungan anggota Fraksi Gerindra DPRA. Foto/ Ist

AV-Banda Aceh: Fraksi Partai Gerindra di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mempertanyakan perkembangan kasus pengranatan rumah anggota DPRK Aceh kepada Kapolda Aceh Irjen Pol Wahyu Widada.

Wakil Ketua DPRA Safaruddin usai bersilaturahmi bersama Kapolda Aceh mengatakan, pertemuan itu dalam rangka silaturahmi sekaligus mempertanyakan perkembangan kasus pengranatan rumah Anggota DPRK Aceh Barat dari Gerindra, Ahmad Yani di Desa Alue Perman,

“Fraksi Gerindra mempertanyakan kejelasan kasus granat di Aceh Barat. Karena sudah terlalu lama sehingga kita meminta kejelasan,” kata Safaruddin, Rabu (31/3/2021).

Rombongan Fraksi Gerindra DPRA dipimpin Wakil Ketua DPRA, Safaruddin dan dihadiri Ketua Fraksi, Abdurahman Ahmad dan anggota Fraksi, Khairil Syahrial, Kartini Ibrahim, Ridwan Yunus, dan Taufik.

Sebelumnya diberitakan, rumah anggota DPRK Aceh Barat dari Partai Gerindra, Ahmad Yani yang berlokasi di Desa Alue Perman, Kecamatan Woyla Barat, dilempari granat oleh orang tak dikenal pada Senin 8 Juni 2020.

Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa yang terjadi sekitar pukul 03.30 WIB itu. Granat yang dilempar di halaman rumah hanya memecahkan kaca jendela. Sayangnya, sudah sembilan bulan kasus itu berlalu, hingga kini belum ada titik terang.

Terkait kasus tersebut, Safaruddin mengungkapkan Polda Aceh hingga saat ini masih menangani perkara itu. “Kapolda memberikan jawaban itu masih dalam atensi dan tidak bisa menetapkan tersangka secara sembarangan,” ujarnya.

Kepada Kapolda Aceh, Irjen Pol Wahyu Widada, lanjut Safaruddin, Fraksi Gerindra DPRA menyampaikan terima kasih atas sambutan dan atensi yang diberikan.

“Mudah-mudahan kasus pengranatan ini cepat terungkap motifnya sehingga menjadi kabar baik bagi seluruh kader Gerindra dan partai politik manapun,” tambah Wakil Ketua DPRA ini.

Pria yang akrab disapa Dhien Kallon ini juga berharap hendaknya setiap anggota dewan mendapat perlindungan hukum dari aparat penegak hukum ketika memperjuangan sesuatu atas keinginan rakyat. “Mudah-mudahan preseden buruk ini tidak mencederai demokrasi yang ada di Aceh,” tutup politikus muda asal Aceh Barat Daya (Abdya) ini. (Red)