AV-Banda Aceh: Ikan tuna hasil tangkapan nelayan di Aceh menjadi komoditas ekspor. Dalam sebulan 30 hingga 50 ton tuna dari Aceh di kirim ke luar negeri.

Ikan tuna hasil tangkapan nelayan Aceh kini di ekspor ke sejumlah negara seperti Malaysia, Singapura dan Jepang. Sebelum dikirimkan ke negara tujuan, ikan tuna kualitas eksport ini dibersihkan di pengolahaan ikan tuna di kawasan Pelabuhan Ikan Lampulo, Banda Aceh.

Ikan dibersihkan dan dibelah untuk dipisahkan dari tulang. Proses pemisahan daging dan tulang ini dilakukan oleh tenaga trampil untuk menjamin kebersihan dan kehigenisan produk yang akan diekspor.

Para pekerja di pabrik pengolahan ikan tuna ini juga harus menggunakan pakaian dan sepatu khusus serta diwajibkan memakai masker dan penutup kepala. Hal ini untuk menjaga kualitas ikan agar tetap steril dan memenuhi salah satu standar ekspor.

Daging ikan yang sudah dipisahkan dari tulang selanjutnya dikemas dengan wadah plastik sebelum disimpan dalam ruang pendingin. Selanjutnya ikan ini dimasukkan dalam wadah khusus dan siap untuk di ekspor melalui Medan, Sumatera Utara.

Setiap hari pabrik pengolahaan ikan tuna di Lampulo, Banda Aceh ini menerima 1 sampai 2 ton lebih ikan tuna dari nelayan lokal. Mereka hanya menerima pasokan ikan tuna yang berkualitas ekspor. Para pekerja juga menyeleksi setiap ikan yang masuk sebelum menerima barang dari para nelayan lokal.

Ikan tuna yang di beli dari nelayan ini berkisar Rp 25 ribu hingga Rp 38 ribu per kilogram. Tergantung kualitas ikan. Semakin besar ikan, harganya semakin tinggi.

Nurma, salah seorang pegawai di pabrik pengolahan ikan tuna mengaku, setiap bulan ikan tuna dari Aceh di ekspor tiga sampai empat kali dalam sepekan dengan jumlah 15 sampai 30 ton setiap kali pengiriman.

Meski memiliki hasil ikan yang melimpah, namun ekspor ikan dari Aceh masih terkendala transportasi. Ikan dari Aceh harus terlebih dulu dibawa ke Medan, Sumatera Utara dengan biaya transportasi yang lebih mahal.

Pengusaha ikan tuna berharap Pemerintah Aceh dapat membuka jalur ekspor tuna langsung dari Aceh ke sejumlah negara tujuan tanpa harus bergantung lagi pada pengusaha di Medan. (Hendra)