Intervensi Gizi Mampu Turunkan Prevalensi Stunting di Aceh

Pemberian makanan tambahan pada balita cegah stunting. (Foto:cegahstunting.id)

AV-Banda Aceh: Stunting masih menjadi masalah kesehatan serius dan membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat serta perhatian dari seluruh pihak, karena terkait dengan kualitas dan pembangunan sumber daya manusia (SDM) dalam jangka panjang.

Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Aceh dr. Sulasmi, MSHM mengatakan, berdasarkan data prevalensi balita stunted yang diukur dengan tinggi badan menurut umur di kabupaten/kota hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021, bahwa daerah yang paling tinggi stunting yaitu Kabupaten Gayo Lues di angka 42,9 persen.

Kemudian disusul Kota Subulussalam 41,8 persen, Kabupaten Bener Meriah 40 persen dan Pidie 39.3 persen.

“Total keseluruhan data stunting di Aceh itu diangka 33,2 persen, ini berdasarkan data SSGI 2021. Seperti kita tau stunting ini bukan penyakit melainkan kekurangan gizi kronis dan infeksi yang berulang yang dapat kita cegah salah satunya dengan imunisasi,” ujar Sulasmi, Rabu (12/10).

Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Aceh dr. Sulasmi

Upaya pencegahan dan penurunan angka stunting merupakan pekerjaan besar yang membutuhkan intervensi dari mulai remaja/usia produktif, ibu hamil, hingga balita.

Intervensi pertama melalui aksi bergizi. Intervensi ini dimulai sejak anak perempuan di usia sekolah SMP dan SMA melalui program pengukuran HB dan pemberian tablet tambah darah, bertujuan untuk mencegah kekurangan zat besi. Intervensi ini dilakukan untuk memastikan remaja putri sebelum hamil tidak kekurangan zat besi dan gizi.

Intervensi kedua dilakukan melalui pemeriksaan kehamilan kepada Ibu Hamil. Melalui program ini dilakukan pengukuran pemantauan perkembangan janin melalui USG, pemberian tablet tambah darah, serta pemberian makanan tambahan pada ibu hamil.

“Gizi dan zat besi pada ibu hamil harus tercukupi. Pemantauan perkembangan janin dengan pemeriksaan ibu hamil minimal 6 kali selama 9 bulan,” ungkap Sulasmi.

Intervensi selanjutnya Program yang dilakukan setelah lahir yakni pemantauan tumbuh kembang dengan penimbangan, pengukuran panjang badan balita dan pemantauan pertumbuhan balita di Posyandu.

“Program pemberian ASI ekskusif juga termasuk dari sejak lahir hingga umur enam bulan, program memberikan makanan tambahan protein hewani bagi anak 12 hingga 23 bulan berupa telur dan protein lainnya,” ungkap Sulasmi.

Kemudian, sambung Sulasmi program tata laksana balita dalam masalah gizi yang merujuk pada balita yang bermasalah dengan gizi untuk ke Puskesmas atau rumah sakit dan pemberian makanan tambahan balita di usia kurang dari enam bulan formula 75 dan 100 untuk balita kurang gizi.

“Selanjutnya peningkatan cakupan dan imunisasi baik pelayan rutin kampanye bulan imunisasi dasar dan tiga imunisasi tambahan, jadi bagi remaja putri juga jangan lupa minta tablet tambah darah di Pukesmas, dan ingat pentingnya imuninasi terhadap anak sehingga dapat mencegah terjadi stunting,” tutup Sulasmi. (*)

Berita Terkait: