Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Turun di Aceh

(Ilustrasi)

AV-Banda Aceh: Laporan kasus yang diterima Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Aceh bahwa kasus kekerasan yang tercatat berdasarkan data pengaduan cenderung menurun setiap tahun.

Kepala DP3A Aceh, Nevi Ariyani mengatakan dari tahun 2016 sebanyak 1.648 kasus, hanya pada tahun 2017 kasus bertambah menjadi 1.792 kasus, menurun kembali pada tahun 2018 sebanyak 1.376, tahun 2019 sebanyak 1.067 kasus dan tahun 2020 menurun sebanyak 905 kasus.

Kasus pada tahun 2020 tersebut terdiri dari kekerasan terhadap perempuan sebesar 420 kasus, sedangkan kekerasan terhadap anak sebesar 485 kasus.

“Tahun 2021 kekerasan terhadap perempuan 456 kasus, kekerasan terhadap anak berjumlah 468 kasus dan jumlah 924 kasus,” jelas Nevi Ariyani dalam keterangannya, Selasa (15/2/2022)

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, secara umum mendukung program nasional dan sinergi penyelenggaraan program dan kegiatan mengacu pada RPJMA tahun 2017-2022 dan Renstra tahun 2017-2022 serta Renja Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, dengan mengembangkan strategi, program dan kegiatan untuk mendukung visi dan misi pemerintah, awalnya melalui 4 program teknis menjadi 6 sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.

Menurutnya, tugas pokok Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh sesuai Pasal 5 Peraturan Gubernur Aceh Nomor 113 Tahun 2016 mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan dan pembangunan di bidang Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga, Pemenuhan Hak Anak, Perlindungan Perempuan dan Anak serta Data dan Informasi Gender dan Anak.

Tambahnya, begitu juga dengan Fungsi diantaranya, Dengan lahirnya Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan secara terpadu.

“Saat ini juga beberapa Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai turunan dari Qanun tersebut menunggu tahap pembahasan dan beberapa SOP sedang dalam proses penyusunan. SOP,” sebutnya.

Selain itu, penguatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia pelayanan di provinsi, dari kelembagaan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) sudah berkembang menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sesuai Peraturan Gubernur Nomor 59 Tahun 2019 dan telah beroperasional.

Sedangkan untuk kabupaten/kota dilakukan evaluasi terhadap lembaga layanan dan dilakukan penguatan kapasitas SDMnya. Perlu dukungan kuat dari legislatif terhadap kebijakan dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik dalam hal pembentukan UPTD PPA, sumber daya manusianya maupun sumber daya anggaran operasional layanan khususnya di kabupaten/kota.

Adanya kebijakan melalui Peraturan Gubernur Aceh Nomor 95 Tahun 2019 tentang Percepatan Pelaksanaan PUG Pada Pemerintah Aceh, dan disyaratkannya setiap SKPA melampirkan Gender Analisis Pathway (GAP) dan Gender Budgeting Statemen (GBS) sebelum disahkannya DPA-SKPA, serta penguatan kapasitas perencanaan tekait PUG dan PPRG diharapkan dapat meningkatkan ARG. Namun masih perlu penguatan regulasi dari Peraturan Gubernur menjadi Qanun, agar menjadi dasar yang kuat juga bagi kabupaten/kota. (FD)

Berita Lain: