Edukasi Masyarakat terkait Stunting Penting Hadapi Generasi Indonesia Emas 2045

Edukasi terkait Stunting kepada masyarakat di Kelurahan Temmasarange, Kecamatan Paletean, Kabupaten Pinrang pada kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Program Percepatan Penurunan Stunting bersama Mitra Kerja

AV-Jakarta: Stunting menjadi ancaman serius bagi Indonesia untuk mewujudkan generasi emas 2045 jika tidak ditangani dengan baik dari sekarang. Indonesia sendiri pada 2045 akan mendapat bonus demografi dimana dimana penduduk produktif diprediksi akan mencapai dua kali lipat daripada penduduk dengan usia anak dan lanjut usia.

Namun di tengah peluang tersebut, Indonesia masih dibayangi fenomena stunting yang berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 angkanya masih 24,4%, artinya satu dari empat balita Indonesia masih mengalami stunting.

Direktur Avokasi dan Hubungan Antar Lembaga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wahidah Paheng, mengataka dalam penanganan stunting sejumlah kementerian dan lembaga terlibat didalamnya. Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting juga mengamanatkan BKKBN sebagai ketua pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Indonesia.

Untuk menggerakkan masyarakat dalam pencegahan stunting, kata Wahidah, masyarakat harus mendapatkan edukasi dan pengetahuan mengenai stunting, penyebabnya dan bagaimana dampaknya kepada anak.

“Langkah pertama menggerakkan masyarakat mencegah stunting, yaitu dengan memberikan pengetahuan seperti apa stunting itu, sebab kalau mereka tidak tahu stunting itu apa, bagaimana mereka dapat mencegahnya” ujar Wahidah.

Dia mengatakan selama ini penanganan stunting fokus pada periode Seribu Hari Pertama Kehidupan (Seribu HPK), padahal mencegah stunting harus dimulai dari dari hulu yaitu remaja, yanh akan menjadi calon pengantin dan calon ibu agar menyiapkan diri sejak dini terkait gizi dan kesehatannya.

“Saat ini telah dikembangkan aplikasi Elsimil atau Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil, dimana aplikasi ini dirancang khusus untuk pendampingan kepada remaja yakni calon pengantin dan ibu, jadi harus siap menikah dan siap hamil,” ucapnya.

Lebih jauh Wahidah mengatakan, selama ini calon pengantin lebih fokus dalam mempersiapkan pernikahan, pre wedding dan penampilan yang ideal saat akad nikah. Padahal ada hal penting yang terabaikan yaitu bagaimana menyiapkan remaja yang sehat secara fisik dan mental sehingga anak yang terlahir nantinya tidak stunting.

Wahida berharap agar seluruh peserta menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam memberikan informasi terkait pencegahan stunting, khususnya kepada keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggal.

Senada dengan Wahidah, Anggota Komisi IX DPR RI Aliyah Mustika Ilham juga sepakat stunting menjadi ancaman bagi generasi penerus Bangsa. Dia pun menegaskan bahwa pihaknya mendukung penuh program percepatan penurunan stunting dengan mengalokasi bantuan makan tambahan gizi kepada masyarakat untuk meningkatkan asupan gizi anak dan ibu semasa kehamilan, seperti susu dan tablet tambah darah.

“Saya berharap agar masyarakat penerima bantuan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya, berikan kepada anak kita agar gizinya dapat meningkat, jangan dikonsumsi oleh keluarga karena peruntukannya untuk perbaikan dan tambahan gizi anak sehingga stunting bisa dicegah,” ujar Aliyah.

Aliyah melanjutkan, Komisi IX juga telah bekerja sama dengan pemerintah pusat untuk terus melakukan edukasi dan pemberian pemahaman kepada masyarakat khususnya kepada generasi muda yang bersiap memasuki kehidupan baru berkeluarga.

“Nanti ramaja ini sebagai calon pengantin akan diberikan ilmu dan pemahaman, jika usial ideal menikah bagi perempuan yaitu 21 tahun dan laki-laki 25 tahun, mengapa karna usia ini telah dianggap ideal karna telah siap secara fisik maupun psikologis,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama Pelaksana Tugas Kadis P3AP2KB Pinrang dr. Ramli Yunus, M.Kes mengatakan stunting merupakan kondisi gagal tumbuh dan kembang pada anak akibat kekurangan gizi kronis yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, khususnya di Seribu HPK.

“Stunting menyebabkan anak tumbuh tidak maksimal dan lebih pendek dari anak seusianya, tetapi anak pendek belum tentu stunting, bisa saja terjadi karna genetik, tetapi anak Stunting sudah tentu pendek,” ujar Ramli

Ramli menegaskan anak stunting bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya saja, namun seluruh organ tubuhnya juga tidak berkembang termasuk otaknya hingga pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan di masa depannya kelak diantaranya kemampuan belajar dan konsentrasi yang rendah sehingga menurunkan produktifitas belajar dan bekerja, selain itu anak stunting juga mudah terkena penyakit metabolik.

Lebih lanjut Ramli menambahkan, masalah stunting tidak hanya terjadi pada keluarga yang kurang mampu secara ekonomi, tetapi juga terjadi pada keluarga yang berkecukupan. Hal ini disebabkan karna pola asuh yang salah dan kurang memperhatikan gizi anak.

Ramli menuturkan jika prevalensi stunting di Pinrang berdasarkan SSGI 2021 yakni 24,5%. Sementara Provinsi Sulawesi Selatan di angka 27,4% atau di atas prevalensi stunting nasional saat ini yaitu 24,4%.

“Meski terbilang lebih rendah dari kabupaten lain, kita tidak boleh lengah sebab kalau tidak diatasi akan berpotensi melahirkan stunting baru, dimana target menurunkan stunting malah terjadi kenaikan,” tegasnya. (red)

Berita Lain: